Etika Konvoi, Kode Tanpa Arogansi

Tergelitik juga baca status FB si Kilaubiru di group Koboys pas driving & berpapasan dengan pengendara motor. Sipengendara menjulurkan kaki ke mobil Kilaubiru, entah maksudnya apa…mo nendang mobilnya? xixixixixi, jangan-jangan kakinya malah yang mau ketendang mobil. Ini mengingatkan saya pada cerita bro Muh Nurhidayat a.k.a Snalpot99 yang bertemu rombongan motor arogan bersirine. Seringkali masyarakat awam kaget dengan tingkah polah anggota konvoi yang terkesan arogan, mulai dari mengepalkan tangan, menjulurkan kaki atau memberi isyarat bunyi-bunyian yang kadang bikin kuping panas. Beberapa klub seringkali berdalih, itu prosedur standar ketika turing & biasanya dilakukan RC. tapi apa iya dalam prakteknya hanya dilakukan RC atau Front Rider?

Sepengalaman matakepala saya sih nggak hanya RC yang melakukan hal demikian. It’s OK kalau yang melakukan emang sesuai prosedur…tapi kalo sambil ke tengah jalan, bahkan melewati marka jalan masuk ke arah berlawanan dengan sedikit memaksa dan (lagi-lagi) menjulurkan kaki, apa malah nggak bahaya tuh? Bisa-bisa pengendara dari arah berlawanan nggak melihat & kaki malah yang jadi korbannya. masih beruntung kalo cuma keseleo. kalo patah atau lebih parah lagi putus…(amit-amit) apa nggak menyesal seumur hidup tuh? Bagaimana dengan aktivitas dia, bagaimana dengan pekerjaan dia, bagaimana dengan anak istri atau bahkan keluarga besarnya?

Dan lagi mohon maaf, saya bukannya benci dengan konvoi…nggak samasekali. Selama mereka mengikuti kaidah2 aturan yang ada dijalan, saya maupun pengguna jalan lain cenderung akan lebih simpatik. Belum semua bikers tau akan kode2 konvoi atau turing. Sebisa mungkin lakukanlah dengan bijak supaya tidak terjadi misspersepsi dikalangan awam, terhadap kode yang seringkali dianggap arogan. Atau, mungkinkah ada kode penggantinya yang menurut kita sekalian lebih menghormati pemakai jalan? 😀

Berakhirnya Kutukan Simonceleng???

Yeah…sepanjang musim ini emang Si Kribo ini performanya antiklimaks…kalo nggak ndlosor sendiri ya biasanya ngajak2 orang lain. Sebutlah Pedrosa, Lorenzo yang sempat menelan pil pahit gara-gara Simonceleng ini. Kalo dibilang pelan, nggak juga…dia pake spek pabrikan meski timnya satelit…justru sruduk sana sruduk sini itu yang bikin apes

Tapi di GP Brno ini keliata mbeliyonya main aman…takut jatuh lagi & dicap pembalap kacangan. Mangkanya usai nyalip Lorengzo & mendekati Dovi…Kribo pilih maen aman. Ya, pinis didepan Lorengzo cukuplah. Pokoke podium dab! Biar ndak malu ama Ben Spies & ndak dimarahi lagi sama Bossnya HRC. Lumayan kan…mumpung kali ini Yamaha baik hati nayangin selebrasi Podium, Masuk Tipi, kata Thukul :mrgreen:

Yowes, Selamat Yamaha, Selamat Honda

Honda : “SATU HATI”, Yamaha : “BAIK HATI” 😛

Power to Weight Ratio Gede, Pasti Lebih Unggul?

Banyak sekali di jagad blog otomotif, membahas performa motor serta prakteknya di jalan. Sebagai contoh motor A, pasti lebih unggul dibandingkan motor B. Koq bisa? Ya bisalah…Yang bilang powernya lebih gedelah, yang unggul torsi di sekian ribu rpmlah, yang bobot lebih entenglah, serta berbagai alasan untuk menjudge produk A lebih superior dari produk B. Patokannya? berdasarkan power to weight ratio.  Memang rumus Daya : Bobot kendaraan akan memberikan hasil diatas kertas bahwa performa yang power to weight ratio (PTWR) lebih gede, pasti lebih unggul. Tapi apa demikian faktanya dijalan? OK, lupakan sejenak tentang perbandingan gigi, skill pengendara serta hambatan angin.

Contoh

Motor A : memiliki daya 15dk & bobot 135kg. Artinya dihela oleh daya sebesar 0.1111dk/kg-nya (15:135)

Motor B : memiliki daya 10dk & bobot 88kg. Artinya dihela oleh daya sebesar 0.1136dk/kg-nya (10:88)

Sekilas lebih besar motor B bukan? Tetapi setelah dikendarai & ditambah bobot pengendara, katakanlah 60kg, apakah menjamin performa dijalan lebih unggul motor B?

Hitung aja

Motor A : memiliki daya 15dk & bobot 195kg+pengendara. Artinyadihela oleh daya sebesar 0.0769dk/kg-nya (15:(135+60))

Motor B : memiliki daya 10dk & bobot 88kg+pengendara. Artinya dihela oleh daya sebesar 0.0675dk/kg-nya (10:(88+60))

Nah, hasilnya bisa terbalik kan? Kini dengan hitungan tambah pengendara (apalagi pembonceng), motor B jadi lebih inferior. Ini sebagai gambaran saja, jangan semata-mata terkecoh oleh PTWR saja 😀

Alamaaaaakkkkkk!!!! STNK-ku Ternyata Mati…!!!!

22 Juli adalah waktu terakhir saya harus melunasi kewajiban saya sebagai pembayar pajak Abs. Revo 2009. Karena belom balik nama & masih atas nama orang…maka seminggu sebelumnya udah mulai berbru KTP untuk persyaratan administrasi. sengaja, saya titip calo STNK…bukan apa-apa, selain saya gak bisa ninggal pekerjaan…toh jatuhnya bayar calo masih lebih murah daripada saya mesti tutup toko (maklum masih single fighter)

Singkat kata, saya pun titip 3 lembar 50ribuan. Pikir saya…ah…paling ntaran juga nambah 50ribuan lebih dikit, dah berikut biaya jasa. Saya pun selama 2 hari melenggang ke toko tanpa STNK (untung cm lewat jalan perumahan) & jarak cuma 400meter dari rumah. Sehingga masi relatif aman dari operasi Polisi. Plis, jangan ditiru bagi yang area kerjanya jauh

Sampai akhirnya hari pengambilan…Jrenggggg….!!! saya disodori tagihan tersisa sebesar 310ribu rupiah….alamaaaaakkkkk???? Ternyata pajak saya mati setahun setelah beli pada bulan 3 kemarin. Cenat-cenut langsung menghinggapi otak. Wes, pamit kabur ke ATM terdekat dengan terpaksa gesek 👿  Padahal selama operasi lalu litas, sama sekali gakada yang perhatiin tentang masa berlaku pajak (biasanya tercantum di nota pajak). Hmmmm…lain kali harus lebih hati-hati kalo beli motor 2nd. Jangan cuma diliat masa berlaku STNK-nya & nomor mesin+rangka aja. Masih untung bukan motor bodong & masih untung pulak lolos dari operasi lalu lintas (hemat gocap)…jyaaahhhh